Sejarah Terbentuknya GPdI Bagian II (Tahun 1930 – 1940)
Pada tahun 1931 dari jalan Góndomanan dan jalan Yudonegaran,
Yogyakarta, pendeta Abkoede dibantu Pdt.Jóhan Van Der Lip dan adiknya
Pdt.Piet Van Der Lip, dengan memakai nama ‘De Pinkster Gemeente’ mereka
pindah ke Ngadiwinatan dan empat tahun kemudian pindah ke
Poncowinatan dilayani oleh Pdt.Theunis Andriesse. Ternyata di tempat
baru itu mereka hanya bertahan beberapa bulan dan kemudian dipindah
lagi ke Ronodigdayan menempati rumah kecil yang sangat sederhana.
Melihat keadaan yang menyedihkan itu, seorang ibu anggota gereja bernama Ny.Smith yang suaminya bekerja sebagai pegawai tinggi pada Perusahaan Kereta Api telah membuka kebaktian De Pinkster Gemeente di jalan Sindunegaran, Bumijo. Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 1935 seorang tokoh pengusaha bis Go Djoen Bok mengusahakan rumah yang lebih strategis di jalan Tugu Kulon (sekarang Jl.P.Diponegoro) no. 28 hingga sekarang.
Sedang tempat kebaktian di Ronodigdayan karena keuangan gereja lebih lemah dibanding dengan gereja di Tugu Kulon kemudian dipindahkan ke Bausasran Kidul dibawah pimpinan Pdt.Christ Van Thiel. Antara tahun 1935-1936 dibuka lagi dua gereja masing – masing oleh Pdt.Johan Van Der Lip dengan nama Pinkstervreugd di jalan Ngupasan dan Pdt.Piet Van Der Lip dengan nama Pinksterzending di Sosrowijayan.
De Pinkstergemeente Bausasran semakin berkembang sehingga pada tahun 1937 tempat kébaktian tidak bisa menampung jemaah dan dipindahkan ke jalan Lempuyangan 15 (sekarang Jl.Hayam Wuruk). Pembantu pendeta pada waktu itu ada 5 orang, salah seorang diantaranya adalah Sdr.The Kiem Koei (Raden Gideon Sutrisno).
Tahun 1931, Zs.M.A.Alt keluar dari ‘Pinkster Gemeente’ dan mendirikan Pinkster Zending.
Tahun 1932, Pdt.Thiesen keluar dari ‘Pinkster Gemeente’ dan mendirikan Pinkster Beweging yang kemudian dikenal dengan nama Gereja Gerakan Pantekosta.
Di tahun 1932 atau tahun 1933, suami istri Jim dan Faye Patterson mengikuti panggilan Tuhan untuk melayani firman yang hidup itu di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Jim diberitakan memiliki pelayanan didalam pengajaran dari kakak tertuanya, W.W.Patterson dan mempunyai pengetahuan tentang bahasa melayu yang cukup. Dimusim bunga tahun 1935, Jim Patterson terkena penyakit TBC yang cukup gawat dan Rev.Offiler menginginkan untuk membawa mereka kembali kerumah mereka, tetapi kesehatan Jim semakin menurun. Jim mengatakan bahwa Ia lebih dekat ke surga dari tanah pelayanannya dari pada ke Seattle.
Tahun 1933 Tuhan mengutus Pdt A.E.Siwi (Ayah sdr.J.K.Siwi) untuk membawa Injil sepenuh ke Sumatra Selatan dan Propinsi Lampung. Pekerjaan Tuhan telah ditekuni dengan gigih. Tahun 1934 sdr.F.L.Tobing, Pdt.Lahinda, Pdt.W.K.Simanjuntak dan Pdt.Tampubolon datang untuk membantu pekerjaan Tuhan di Lampung.
Untuk mengatur strategi perkembangan sdr.Pdt.A.E.Siwi memusatkan pelayanan di Palembang sedangkan pekerjaan Tuhan di Teluk Betung sejak 1937 diserahkan kepada Pdt.Hutagalung. Namun Pdt.Hutagalung pada tahun 1941 berangkat ke Nederland dan pekerjaan di Teluk Betung digembalakan oleh Pdt.Kana Sukono. Beliau seorang hamba Tuhan yang berdedikasi doa puasa untuk mempertahankan pekerjaan Tuhan sampai akhir hayat pada 11 Pebruari 1988.
Kevacuman ini diisi oleh Majelis Pusat dengan menempatan Pdt.D.A.Supit sebagai gembala jemaat Bandar Lampung. Rupanya angin segar menimpa jemaat di Bandar Lampung dengan gembala baru bangkitlah semangat jemaat untuk membangun sebuah gereja yang cukup besar dan megah menghiasi kota Bandár Lampung.
Kesempatan ini tidak di sia-siakan oleh Pdt.D.A.Supit. Seperti pepatah berkata: Tempalah besi selagi panas.” Maka Pdt.D.A.Supit yang memang pernah merintis adanya Sekolah Alkitab Ternate, Iangsung mendorong jemaat untuk membangun Sekolah Alkitab Bandar Lampung. Maka dengan semangat menggebu-gebu jemaat membangun Bangunan Sekolah 3 tingkat yang megah.
Pada tahun 1934, istri dari Rev.Groesbeck sakit kakinya, dan berobat di Semarang. Dokter menyatakan bahwa ia terkena penyakit reumatik, dan harus berjalan dengan tongkat, tetapi kemudian ternyata beliau dinyatakan sakit kanker payudara. Untuk pengobatannya ia dibawa ke Surabaya, dan seorang wanita pemilik rumah memberikan sebuah kamar untuk dihuni. Namun dokter tidak sanggup mengobati lagi, dan akhirnya ibu Groesbeck meninggal dunia pada tahun 1934 dan dikuburkan di Surabaya. Semasa hidupnya ibu Groesbeck merupakan seorang pengkhotbah yang baik dan biasa berkhotbah menggantikan Rev.Groesbeck bila beliau tidak ada ditempat.
Kemudian keluarga ini kembali ke Solo, namun Rev.Groesbeck agak kurang antusias lagi. Ia mulai membangun jemaat di Madiun, Klaten dan beberapa kota lain di Jateng dan ada banyak suku Jawa yang kenal Kristus. Kemudian beliau memutuskan menjadi penginjil dari kota ke kota lain.
Setelah beberapa lama kemudian mereka memutuskan menjual perabot rumah dan pindah ke Surabaya. Rev.Groesbeck membantu mengajar di Sekolah Alkitab, karena Rev.W.W.Patterson sudah memulai Sekolah Alkitab di sana, pada tahun 1935. Setelàh pernikahan Jennie, Rev.Groesbeck dan Corrie kembali keladang Tuhan pada Agustus 1939. Mereka datang ke Indonesia bersama dengan Ray dan Beryl Busby.
Mereka berada di kota Surabaya dalam pelayanan kebaktian dirumah-rumah, namun sewaktu Perang Dunia II pecah, mereka harus meninggalkan Indonesia bersama dengan missionari lain. Mereka sudah mencoba datang ke konsulat Amerika untuk memohon nasihat dan kemudian dinasihatkan kemana mereka pergi harus membawa surat surat penting. Ada beberapa diantara orang-orang asing yang mengungsi ke gunung-gunung. Namun akhirnya dengan kapal terakhir mereka harus kembali ke Amerika.
Perkembangan jemaat di berbagai tempat menuntut tenaga- tenaga terlatih yang sanggup memenuhi tantangan zaman, karenanya pada tahun 1935 lahirlah inisiatif untuk mengadakan Lembaga Pendidikan Alkitab. Sekolah Alkitab pertama gereja Pantekosta dibuka oleh penginjil William West Patterson di Surabaya, Jawa Timur pada bulan Januari 1935 yang diberi nama Nederlandsche Indie Bybel Institut (NIBI) bertempat di JI. Embong Malang 63, dengan dibantu oleh Pdt. F.G.Van Gessel, Rev. Johnson, Pdt.H.N Runkat, Pdt.W.Mamahit dan banyak lagi pelopor-pelopor dari Bethel Temple yang turut membantu sehingga ada kurang lebih lima belas Sekolah Alkitab didirikan serta dioperasikan dibawah orang-orang kebangsaan Indonesia termasuk juga guru-guru yang mengajar. Namun dengan pecahnya Perang Dunia II, maka Rev.W.W.Patterson harus kembali ke Amerika dan Nederlandsche Indie Bybel Institut ditutup.
Pada suatu hari di tahun 1935 ketika F.G.Van Gessel yang berkebangsaan Belanda ini membaca Alkitabnya, beliau baru saja pulang dari Pacet, daerah pegunungan di Jawa Timur. Di sana beliau bergumul dalam doa puasa bersama hamba-hamba Tuhan lainnya selama tiga hari.
Ketika membaca Yohanes 1:14 beliau menerima wahyu Tuhan. Tidak seperti biasanya ayat itu dibaca sebagai: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”. Beliau membacanya seperti yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kata “berdiam” diganti dengan kata “tabernakel”. Jadi ayat itu menjadi “Firman itu menjadi daging dan bertabernakel di antara kita”.
Pengertian tentang istilah asli Yunani “skenoo” dan latar belakang pelajaran tabernakel memberikan beliau pengertian yang lebih luas tentang ayat tersebut. Hal ini membuat beliau berkeinginan untuk mengadakan pelayanan yang berpusat pada pengajaran Tabernakel. Ini merupakan cetusan pelayanan yang kemudian dinamakan Kabar Mempelai Internasional.
F.G.Van Gessel lahir di Blitar, Jawa Timur pada 9 Desember 1892. Memulaikan kehidupannya sebagai pekerja di perusahaan minyak yang dikelola pemerintah Belanda. Tetapi pada tahun 1923 beliau berhenti dari kedudukannya yang tinggi di perusahaan itu untuk memenuhi panggilan Tuhan dalam suatu penglihatan tentang Anak Domba Allah, Yesus sebagai Mempelai Pria Surga. Ketika itu beliau membaca kitab Wahyu 19:7 dan Wahyu 21:9-10. Penglihatan itu diterima sebagai panggilan untuk melayani Tuhan.
Pelayanan 2 orang penginjil Amerika yang berasal dari Belanda, Cornelius Groesbeck dan Richard Van Klaverans, serta pengalaman istri beliau dalam baptisan Roh Kudus memegang peranan penting dalam pembaharuan kehidupan rohaninya.
Penglihatan beliau tentang Mempelai Pria Surga membangkitkan gairah yang besar terhadap Allah dan PengajaranNya. Hal inilah yang mendorong beliau bersama sekelompok hamba-hamba Tuhan Indonesia pergi ke desa Pacet di pegunungan Jawa Timur di mana mereka berdoa dan berpuasa selama 3 hari berturut-turut.
Pengertian beliau tentang Yohanes 1:14 sesudah doa dan puasa di Pacet menjadi pusat pengajaran Tabernakel dan Kabar Mempelai. Sejak itu beliau menerima pembukaan demi pembukaan rahasia Firman Allah. Ayat itu dipegangnya sebagai janji Allah bahwa pengajaran-pengajaran yang beliau terima dari Tuhan akan makin melimpah dengan berjalannya waktu.
Tahun-tahun berikutnya Van Gessel berkobar-kobar dengan pengajaran Tabernakel dan Kabar Mempelai ini. Beliau mendirikan gereja dan sekolah Alkitab di Surabaya. Pengajaran ini menyebar cepat ke propinsi lain di Indonesia.
Pdt.Van Gessel meninggal pada umur 66 tahun (21 Juni 1958) di Hollandia, New Guinea (sekarang dinamakan Jayapura, Irian Jaya). Beliau meninggal setelah selesai menyusun semua buku dalam Alkitab menurut susunan dan pengajaran Tabernakel. Apa yang beliau kerjakan terbukti menjadi suatu karya yang penting karena telah menjadi rangka dasar dari penjelasan pada Alkitab. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan yang pesat di setiap tempat pengajaran itu diajarkan di kepulauan Indonesia yang luas ini.
Sepuluh hari sebelum meninggal Pdt.Van Gessel mewariskan pengajaran Tabernakel dan Kabar Mempelai ini kepada menantu laki-lakinya, Pdt.Carl J.Totaijs yang dengan setia melayani bersama beliau dalam menyebarkan pengajaran ini di Niew Guinea. Tepat seperti dijanjikan Allah, pembukaan firman Allah yang beliau terima menyebar tidak hanya di Indonesia tapi juga di bagian lain di dunia. Pdt.Carl Totaijs terus menyebarkan pengajaran ini di Belanda yang menjadi pusat pelayanan internasional.
Pada tahun 1935 Sdr.Pdt.Siloi datang merintis pekerjaan Tuhan di Kupang, disusul Sdr.Tuela, Sdr. Pattirajawane dan Sdr.W.F.L.Tobing selesai menempuh Pendidikan NIBI 1940 ke Teluk Betung, dan pada tahun 1942 melayani ke Kupang.
Perkembangan ajaran Pantekosta berkembang begitu pesatnya sehingga pemerintah Hindia Belanda akhirnya harus memberi pengakuan kepada gerakan Pantekosta ini yang dituangkan dalam Beslit Gubernur Jenderal nomor 29 tanggal 24 Juni 1937 menjadi \”De Pinkstergemeente in Nederlandsch Oost Indie\”, bahkan kemudian dengan Beslit nomor 33 pada tanggal 4 Juni 1937 diumumkan dalam Staatblad nomor 368 diakui sebagai \”Kerkgenootschap\” (Badan Gereja) dengan nama \”De Pinksterkerk in nederlandsch Oost Indie\”. Dengan pecahnya Perang Dunia II dan beralihnya kepengurusan gereja ke tangan putra-putra Indonesia, maka pada tahun 1942 nama gereja pun mulai disebut menjadi \”Gereja Pantekosta di Indonesia\”.
Di akhir tahun 1930 dan 1940an beberapa orang missionari meninggalkan Bethel Temple pergi ke Indonesia, diantara mereka adalah Ralph Devin family, pergi ke Ambon, Ray and Beryle Busby, Ray dan Ruth Jackson, Bob dan Mary Edmondson serta Roberta anaknya, Al dan Hazel Edmondson, Inice Presho, Pdt. Groesbeek dan Corrie anaknya, suami istri Van Klaverans, W.W.Patterson beserta keluarga serta Joe dan Jean McKnight, semua diatas kecuali Van Klaverans harus berangkat dari pelabuhan di Surabaya dibawah kekuasaan pemerintah Jepang pada bulan Januari tahun 1942. Mereka semua sampai dengan selamat dengan perlindungan Tuhan dari New Orleans, Louisiana.
Tahun 1936, R.M.Devin dan R.Busby keluar dan membentuk “Sidang-sidang Jemaat Allah” (Assemblies of God).
Pada tahun 1936 seorang bekas pelaut kapal Belanda de twalef de provinsi bernama Purba setelah bertobat di Surabaya, mémbawa injil Pantekosta ke Tanah Karo. Pulau Sumatra yang dikenal dengan istilah “Pulau Perca” ini mendapat lawatan Injil Tuhan. Melalui beliau lahir pemimpin-pemimpin seperti D.M.Sinukaban dan Sinuhadji.
Pada tahun 1938 Paul Counstan Simanjuntak datang dari Palembang dan memberitakan injil ke Tanah Tapanuli. Kebaktian dimulai di kota Balige. Kemudian muncul Sdr.Lukas Siburian, Renautus Siburian, W.F.Siahaan dan lain lain.
Di Medan pada tahun 1939 didirikan Sekolah Alkitab oleh Ray Jackson dari USA. Untuk lebih mempercepat penginjilan di Sumatra pada tahun 1958 didirikan Sekolah Alkitab di Pematang Siantar. Namun oleh karena sesuatu hal, maka Sekolah Alkitab Pematang Siantar ditinggalkan dan pada tahun 1970 Sdr.D.G.Peterson memulai Sekolah Alkitab di Purbasari dan diresmikan oleh Pdt.A.H.Mandey. Dari Sekolah Alkitab ini telah keluar hamba bamba Tuhan yang bekerja di seluruh Sumatra.
Setelàh selesai pendidikan di Nederlandche Indie Byble Institut Surabaya pada tahun 1938, Sdr.J.M.P.Batubara Sr membuka ladang baru di Lahat, dan dari sini ia merintis pekerjaan Tuhan di Lubuk Linggau. Namun pada bulan April 1940 Tuhan gerakkan hatinya untuk pekabaran Injil di Pontianak, Kalimantan Barat. Tuhan memberkati pekerjaan Tuhan di Pontianak sehingga jumlah anggota menjadi 30 orang, namun sewaktu Perang Dunia II Pemerintah Belanda memerintahkan untuk berimigrasi karena serangan tentara Jepang. Itu sebabnya pekerjaan Tuhan di Pontianak dan Singkawang ditinggalkan. Ini terjadi pada tanggal 26 Januari 1942.
Sekitar tahun 1940 an, Pdt.Yan Awondatu dan istri memulai pelayanan GPdI di Cianjur. Mereka adalah orangtua dari Pdt.J.E.Awondatu. Pada tahun 1960-an gereja lama didirikan di Jl.Hasyim Asyari 75 Cianjur. Berkat kemurahan Tuhan Yesus, gereja baru didirikan dilokasi yang sama dan diresmikan oleh Pdt.A.H.Mandey pada tanggal 12 Januari 1998. Penggembalaan GPdI di Cianjur kemudian dilanjutkan oleh Pdt.J.E.Awondatu dan istri, Ibu Melanie Handayani. Mereka dikaruniai seorang putra, Revi Awondatu dan seorang putri, Louis Helga Awondatu.
Melihat keadaan yang menyedihkan itu, seorang ibu anggota gereja bernama Ny.Smith yang suaminya bekerja sebagai pegawai tinggi pada Perusahaan Kereta Api telah membuka kebaktian De Pinkster Gemeente di jalan Sindunegaran, Bumijo. Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 1935 seorang tokoh pengusaha bis Go Djoen Bok mengusahakan rumah yang lebih strategis di jalan Tugu Kulon (sekarang Jl.P.Diponegoro) no. 28 hingga sekarang.
Sedang tempat kebaktian di Ronodigdayan karena keuangan gereja lebih lemah dibanding dengan gereja di Tugu Kulon kemudian dipindahkan ke Bausasran Kidul dibawah pimpinan Pdt.Christ Van Thiel. Antara tahun 1935-1936 dibuka lagi dua gereja masing – masing oleh Pdt.Johan Van Der Lip dengan nama Pinkstervreugd di jalan Ngupasan dan Pdt.Piet Van Der Lip dengan nama Pinksterzending di Sosrowijayan.
De Pinkstergemeente Bausasran semakin berkembang sehingga pada tahun 1937 tempat kébaktian tidak bisa menampung jemaah dan dipindahkan ke jalan Lempuyangan 15 (sekarang Jl.Hayam Wuruk). Pembantu pendeta pada waktu itu ada 5 orang, salah seorang diantaranya adalah Sdr.The Kiem Koei (Raden Gideon Sutrisno).
Tahun 1931, Zs.M.A.Alt keluar dari ‘Pinkster Gemeente’ dan mendirikan Pinkster Zending.
Tahun 1932, Pdt.Thiesen keluar dari ‘Pinkster Gemeente’ dan mendirikan Pinkster Beweging yang kemudian dikenal dengan nama Gereja Gerakan Pantekosta.
Di tahun 1932 atau tahun 1933, suami istri Jim dan Faye Patterson mengikuti panggilan Tuhan untuk melayani firman yang hidup itu di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Jim diberitakan memiliki pelayanan didalam pengajaran dari kakak tertuanya, W.W.Patterson dan mempunyai pengetahuan tentang bahasa melayu yang cukup. Dimusim bunga tahun 1935, Jim Patterson terkena penyakit TBC yang cukup gawat dan Rev.Offiler menginginkan untuk membawa mereka kembali kerumah mereka, tetapi kesehatan Jim semakin menurun. Jim mengatakan bahwa Ia lebih dekat ke surga dari tanah pelayanannya dari pada ke Seattle.
Tahun 1933 Tuhan mengutus Pdt A.E.Siwi (Ayah sdr.J.K.Siwi) untuk membawa Injil sepenuh ke Sumatra Selatan dan Propinsi Lampung. Pekerjaan Tuhan telah ditekuni dengan gigih. Tahun 1934 sdr.F.L.Tobing, Pdt.Lahinda, Pdt.W.K.Simanjuntak dan Pdt.Tampubolon datang untuk membantu pekerjaan Tuhan di Lampung.
Untuk mengatur strategi perkembangan sdr.Pdt.A.E.Siwi memusatkan pelayanan di Palembang sedangkan pekerjaan Tuhan di Teluk Betung sejak 1937 diserahkan kepada Pdt.Hutagalung. Namun Pdt.Hutagalung pada tahun 1941 berangkat ke Nederland dan pekerjaan di Teluk Betung digembalakan oleh Pdt.Kana Sukono. Beliau seorang hamba Tuhan yang berdedikasi doa puasa untuk mempertahankan pekerjaan Tuhan sampai akhir hayat pada 11 Pebruari 1988.
Kevacuman ini diisi oleh Majelis Pusat dengan menempatan Pdt.D.A.Supit sebagai gembala jemaat Bandar Lampung. Rupanya angin segar menimpa jemaat di Bandar Lampung dengan gembala baru bangkitlah semangat jemaat untuk membangun sebuah gereja yang cukup besar dan megah menghiasi kota Bandár Lampung.
Kesempatan ini tidak di sia-siakan oleh Pdt.D.A.Supit. Seperti pepatah berkata: Tempalah besi selagi panas.” Maka Pdt.D.A.Supit yang memang pernah merintis adanya Sekolah Alkitab Ternate, Iangsung mendorong jemaat untuk membangun Sekolah Alkitab Bandar Lampung. Maka dengan semangat menggebu-gebu jemaat membangun Bangunan Sekolah 3 tingkat yang megah.
Pada tahun 1934, istri dari Rev.Groesbeck sakit kakinya, dan berobat di Semarang. Dokter menyatakan bahwa ia terkena penyakit reumatik, dan harus berjalan dengan tongkat, tetapi kemudian ternyata beliau dinyatakan sakit kanker payudara. Untuk pengobatannya ia dibawa ke Surabaya, dan seorang wanita pemilik rumah memberikan sebuah kamar untuk dihuni. Namun dokter tidak sanggup mengobati lagi, dan akhirnya ibu Groesbeck meninggal dunia pada tahun 1934 dan dikuburkan di Surabaya. Semasa hidupnya ibu Groesbeck merupakan seorang pengkhotbah yang baik dan biasa berkhotbah menggantikan Rev.Groesbeck bila beliau tidak ada ditempat.
Kemudian keluarga ini kembali ke Solo, namun Rev.Groesbeck agak kurang antusias lagi. Ia mulai membangun jemaat di Madiun, Klaten dan beberapa kota lain di Jateng dan ada banyak suku Jawa yang kenal Kristus. Kemudian beliau memutuskan menjadi penginjil dari kota ke kota lain.
Setelah beberapa lama kemudian mereka memutuskan menjual perabot rumah dan pindah ke Surabaya. Rev.Groesbeck membantu mengajar di Sekolah Alkitab, karena Rev.W.W.Patterson sudah memulai Sekolah Alkitab di sana, pada tahun 1935. Setelàh pernikahan Jennie, Rev.Groesbeck dan Corrie kembali keladang Tuhan pada Agustus 1939. Mereka datang ke Indonesia bersama dengan Ray dan Beryl Busby.
Mereka berada di kota Surabaya dalam pelayanan kebaktian dirumah-rumah, namun sewaktu Perang Dunia II pecah, mereka harus meninggalkan Indonesia bersama dengan missionari lain. Mereka sudah mencoba datang ke konsulat Amerika untuk memohon nasihat dan kemudian dinasihatkan kemana mereka pergi harus membawa surat surat penting. Ada beberapa diantara orang-orang asing yang mengungsi ke gunung-gunung. Namun akhirnya dengan kapal terakhir mereka harus kembali ke Amerika.
Perkembangan jemaat di berbagai tempat menuntut tenaga- tenaga terlatih yang sanggup memenuhi tantangan zaman, karenanya pada tahun 1935 lahirlah inisiatif untuk mengadakan Lembaga Pendidikan Alkitab. Sekolah Alkitab pertama gereja Pantekosta dibuka oleh penginjil William West Patterson di Surabaya, Jawa Timur pada bulan Januari 1935 yang diberi nama Nederlandsche Indie Bybel Institut (NIBI) bertempat di JI. Embong Malang 63, dengan dibantu oleh Pdt. F.G.Van Gessel, Rev. Johnson, Pdt.H.N Runkat, Pdt.W.Mamahit dan banyak lagi pelopor-pelopor dari Bethel Temple yang turut membantu sehingga ada kurang lebih lima belas Sekolah Alkitab didirikan serta dioperasikan dibawah orang-orang kebangsaan Indonesia termasuk juga guru-guru yang mengajar. Namun dengan pecahnya Perang Dunia II, maka Rev.W.W.Patterson harus kembali ke Amerika dan Nederlandsche Indie Bybel Institut ditutup.
Pada suatu hari di tahun 1935 ketika F.G.Van Gessel yang berkebangsaan Belanda ini membaca Alkitabnya, beliau baru saja pulang dari Pacet, daerah pegunungan di Jawa Timur. Di sana beliau bergumul dalam doa puasa bersama hamba-hamba Tuhan lainnya selama tiga hari.
Ketika membaca Yohanes 1:14 beliau menerima wahyu Tuhan. Tidak seperti biasanya ayat itu dibaca sebagai: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”. Beliau membacanya seperti yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kata “berdiam” diganti dengan kata “tabernakel”. Jadi ayat itu menjadi “Firman itu menjadi daging dan bertabernakel di antara kita”.
Pengertian tentang istilah asli Yunani “skenoo” dan latar belakang pelajaran tabernakel memberikan beliau pengertian yang lebih luas tentang ayat tersebut. Hal ini membuat beliau berkeinginan untuk mengadakan pelayanan yang berpusat pada pengajaran Tabernakel. Ini merupakan cetusan pelayanan yang kemudian dinamakan Kabar Mempelai Internasional.
F.G.Van Gessel lahir di Blitar, Jawa Timur pada 9 Desember 1892. Memulaikan kehidupannya sebagai pekerja di perusahaan minyak yang dikelola pemerintah Belanda. Tetapi pada tahun 1923 beliau berhenti dari kedudukannya yang tinggi di perusahaan itu untuk memenuhi panggilan Tuhan dalam suatu penglihatan tentang Anak Domba Allah, Yesus sebagai Mempelai Pria Surga. Ketika itu beliau membaca kitab Wahyu 19:7 dan Wahyu 21:9-10. Penglihatan itu diterima sebagai panggilan untuk melayani Tuhan.
Pelayanan 2 orang penginjil Amerika yang berasal dari Belanda, Cornelius Groesbeck dan Richard Van Klaverans, serta pengalaman istri beliau dalam baptisan Roh Kudus memegang peranan penting dalam pembaharuan kehidupan rohaninya.
Penglihatan beliau tentang Mempelai Pria Surga membangkitkan gairah yang besar terhadap Allah dan PengajaranNya. Hal inilah yang mendorong beliau bersama sekelompok hamba-hamba Tuhan Indonesia pergi ke desa Pacet di pegunungan Jawa Timur di mana mereka berdoa dan berpuasa selama 3 hari berturut-turut.
Pengertian beliau tentang Yohanes 1:14 sesudah doa dan puasa di Pacet menjadi pusat pengajaran Tabernakel dan Kabar Mempelai. Sejak itu beliau menerima pembukaan demi pembukaan rahasia Firman Allah. Ayat itu dipegangnya sebagai janji Allah bahwa pengajaran-pengajaran yang beliau terima dari Tuhan akan makin melimpah dengan berjalannya waktu.
Tahun-tahun berikutnya Van Gessel berkobar-kobar dengan pengajaran Tabernakel dan Kabar Mempelai ini. Beliau mendirikan gereja dan sekolah Alkitab di Surabaya. Pengajaran ini menyebar cepat ke propinsi lain di Indonesia.
Pdt.Van Gessel meninggal pada umur 66 tahun (21 Juni 1958) di Hollandia, New Guinea (sekarang dinamakan Jayapura, Irian Jaya). Beliau meninggal setelah selesai menyusun semua buku dalam Alkitab menurut susunan dan pengajaran Tabernakel. Apa yang beliau kerjakan terbukti menjadi suatu karya yang penting karena telah menjadi rangka dasar dari penjelasan pada Alkitab. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan yang pesat di setiap tempat pengajaran itu diajarkan di kepulauan Indonesia yang luas ini.
Sepuluh hari sebelum meninggal Pdt.Van Gessel mewariskan pengajaran Tabernakel dan Kabar Mempelai ini kepada menantu laki-lakinya, Pdt.Carl J.Totaijs yang dengan setia melayani bersama beliau dalam menyebarkan pengajaran ini di Niew Guinea. Tepat seperti dijanjikan Allah, pembukaan firman Allah yang beliau terima menyebar tidak hanya di Indonesia tapi juga di bagian lain di dunia. Pdt.Carl Totaijs terus menyebarkan pengajaran ini di Belanda yang menjadi pusat pelayanan internasional.
Pada tahun 1935 Sdr.Pdt.Siloi datang merintis pekerjaan Tuhan di Kupang, disusul Sdr.Tuela, Sdr. Pattirajawane dan Sdr.W.F.L.Tobing selesai menempuh Pendidikan NIBI 1940 ke Teluk Betung, dan pada tahun 1942 melayani ke Kupang.
Perkembangan ajaran Pantekosta berkembang begitu pesatnya sehingga pemerintah Hindia Belanda akhirnya harus memberi pengakuan kepada gerakan Pantekosta ini yang dituangkan dalam Beslit Gubernur Jenderal nomor 29 tanggal 24 Juni 1937 menjadi \”De Pinkstergemeente in Nederlandsch Oost Indie\”, bahkan kemudian dengan Beslit nomor 33 pada tanggal 4 Juni 1937 diumumkan dalam Staatblad nomor 368 diakui sebagai \”Kerkgenootschap\” (Badan Gereja) dengan nama \”De Pinksterkerk in nederlandsch Oost Indie\”. Dengan pecahnya Perang Dunia II dan beralihnya kepengurusan gereja ke tangan putra-putra Indonesia, maka pada tahun 1942 nama gereja pun mulai disebut menjadi \”Gereja Pantekosta di Indonesia\”.
Di akhir tahun 1930 dan 1940an beberapa orang missionari meninggalkan Bethel Temple pergi ke Indonesia, diantara mereka adalah Ralph Devin family, pergi ke Ambon, Ray and Beryle Busby, Ray dan Ruth Jackson, Bob dan Mary Edmondson serta Roberta anaknya, Al dan Hazel Edmondson, Inice Presho, Pdt. Groesbeek dan Corrie anaknya, suami istri Van Klaverans, W.W.Patterson beserta keluarga serta Joe dan Jean McKnight, semua diatas kecuali Van Klaverans harus berangkat dari pelabuhan di Surabaya dibawah kekuasaan pemerintah Jepang pada bulan Januari tahun 1942. Mereka semua sampai dengan selamat dengan perlindungan Tuhan dari New Orleans, Louisiana.
Tahun 1936, R.M.Devin dan R.Busby keluar dan membentuk “Sidang-sidang Jemaat Allah” (Assemblies of God).
Pada tahun 1936 seorang bekas pelaut kapal Belanda de twalef de provinsi bernama Purba setelah bertobat di Surabaya, mémbawa injil Pantekosta ke Tanah Karo. Pulau Sumatra yang dikenal dengan istilah “Pulau Perca” ini mendapat lawatan Injil Tuhan. Melalui beliau lahir pemimpin-pemimpin seperti D.M.Sinukaban dan Sinuhadji.
Pada tahun 1938 Paul Counstan Simanjuntak datang dari Palembang dan memberitakan injil ke Tanah Tapanuli. Kebaktian dimulai di kota Balige. Kemudian muncul Sdr.Lukas Siburian, Renautus Siburian, W.F.Siahaan dan lain lain.
Di Medan pada tahun 1939 didirikan Sekolah Alkitab oleh Ray Jackson dari USA. Untuk lebih mempercepat penginjilan di Sumatra pada tahun 1958 didirikan Sekolah Alkitab di Pematang Siantar. Namun oleh karena sesuatu hal, maka Sekolah Alkitab Pematang Siantar ditinggalkan dan pada tahun 1970 Sdr.D.G.Peterson memulai Sekolah Alkitab di Purbasari dan diresmikan oleh Pdt.A.H.Mandey. Dari Sekolah Alkitab ini telah keluar hamba bamba Tuhan yang bekerja di seluruh Sumatra.
Setelàh selesai pendidikan di Nederlandche Indie Byble Institut Surabaya pada tahun 1938, Sdr.J.M.P.Batubara Sr membuka ladang baru di Lahat, dan dari sini ia merintis pekerjaan Tuhan di Lubuk Linggau. Namun pada bulan April 1940 Tuhan gerakkan hatinya untuk pekabaran Injil di Pontianak, Kalimantan Barat. Tuhan memberkati pekerjaan Tuhan di Pontianak sehingga jumlah anggota menjadi 30 orang, namun sewaktu Perang Dunia II Pemerintah Belanda memerintahkan untuk berimigrasi karena serangan tentara Jepang. Itu sebabnya pekerjaan Tuhan di Pontianak dan Singkawang ditinggalkan. Ini terjadi pada tanggal 26 Januari 1942.
Sekitar tahun 1940 an, Pdt.Yan Awondatu dan istri memulai pelayanan GPdI di Cianjur. Mereka adalah orangtua dari Pdt.J.E.Awondatu. Pada tahun 1960-an gereja lama didirikan di Jl.Hasyim Asyari 75 Cianjur. Berkat kemurahan Tuhan Yesus, gereja baru didirikan dilokasi yang sama dan diresmikan oleh Pdt.A.H.Mandey pada tanggal 12 Januari 1998. Penggembalaan GPdI di Cianjur kemudian dilanjutkan oleh Pdt.J.E.Awondatu dan istri, Ibu Melanie Handayani. Mereka dikaruniai seorang putra, Revi Awondatu dan seorang putri, Louis Helga Awondatu.
[Bersambung ke...
Sejarah GPdI Bagian 3/Sejarah Terbentuknya GPdI Bagian III (Tahun 1940 – 1950)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar